Kepentok
Cinta Tour Guide
Pagi terlihat indah, angin-angin
berhembus dingin menusuk tulang. Bunga-bunga kamboja putih tampak begitu indah
di sepanjang pinggir jalan. Pure-pure menambah ciri klasik yang khas di pulau
ini. Pulau Dewata Bali, pulau indah yang begitu menajubkan. Petualangan ku
mulai, menjelajahi dan menyaksikan kemegahan ciptaan Tuhan. Pulau yang tenang
akan kedamaian, pulau yang istimewa akan budaya, membuatku semakin ingin untuk
menggali hal-hal menarik disini.
Aku memulai petualangan, di panti Sanur bersama seorang
Tour Guide. Tour Guide yang ku panggil dengan Bli Wayan. Pantai Sanur, yang
menjadi tujuan awal membuka cerita baruku di Pulau Bali. Ombak besar menghempas
batu-batu di pinggir pantai, angin kencang menerbangkan setiap perasaan
bahagia. Bli Wayan mulai menjelaskan tentang Pantai Sanur, seorang Tour Guide
sederhana yang ramah dan baik. Itu kesan pertama yang dapat ku lihat dari
seorang Bli Wayan. Aku terus memperhatikan mimik wajahnya yang sedang sibuk
menjelaskan, sesekali aku mengalihkan pandangan saat dia mulai melihatku.
Sayang, aku hanya bisa melihat keindahan pantai Sanur dari pinggir pantai yang
di batasi oleh batu-batu besar, karena ombak terlalu besar.
Waktu semakin siang dan panas, petualangan ku lanjutkan
menuju Pantai Pandawa. Petualangan yang indah, tebing-tebing menjulang tinggi
di sepanjang pinggir jalan, di hiasi patung-patung Pandhawa dan tikus yang
tampak begitu gagah. Disini Bli Wayan memperbolehkan ku untuk menikmati dan
bermain air di pantai. Aku bergegas sendiri bermain air di pinggir pantai,
sedangkan Bli Wayan menunggu dari kejauhan. Angin membawaku dalam sebuah
perasaan yang baru. Aku berusaha menolaknya, karena mungkin itu hanya perasaan
semata yang tidak penting. Tapi semakin aku menolak aku semakin mendekat dengan
perasaan tersebut. Ombak besar seakan menghempaskan ku semakin dalam, aku
menepi dan duduk di pinggir pantai sembari bermain pasir. Butiran-butiran pasir
melambangkan butiran-butiran perasaan ku yang semakin jauh mengembara.
Bli Wayan menghampiriku, dan mengajak ku pergi ke objek
selanjutnya. Aku menatap lurus Bli Wayan dari arah belakang. Dengan langkah
kecil aku mulai meninggalkan pantai, ku ikuti langkah Bli Wayan yang semakin
jauh menuju mobil. Entah apa yang ku rasakan ini, sejak pertama aku bertemu
dengan Bli Wayan perasaanku menjadi semakin aneh. Aku semakin jatuh dan larut
dalam perasaan ini, tak pernah tahu siapa Bli Wayan sebenarnya? Berapakah
umurnya? Atau mungkin dia sudah berkeluarga? Aku justru semakin mengaguminya.
Perasaan seperti apa yang ku rasakan saat ini, aku hanya berusaha terus menolak
tetapi semakin mendekat. Mungkinkah Bli Wayan merasakan perasaan yang sama atau
hanya menganggapku sebagai wisatawan yang harus di ikuti oleh seorang Tour
Guide.
Di sepanjang jalan yang di temani dengan suara musik khas
Bali, dan patung-patung ukiran gagah berjejer di setiap pinggir jalan. Aku
mencari cela sedikit agar tetap bisa menatap Bli Wayan, sesekali aku
mengalihkan pandangan saat Bli Wayan mulai melihat ke arahku. Entah, mungkin
Bli Wayan mulai menyadari jika sedari tadi aku memandangnya. Suaranya yang khas
mulai mengajakku turun dari mobil.
“Mari mbak, kita sudah sampai di GWK.” Suaranya yang khas
dengan cengkok Bali.
“Terimakasih, Bli. Bli saya mau minta tolong bisa?”
Suaraku sedikit terputus, menahan malu.
“Bisa,,bisa. Mau minta tolong apa?”
“Bli tolong temani saya melihat-melihat disini. Banyak
hal yang saya ingin tahu dari tempat ini. Tapi jika itu tidak membuat Bli
keberatan.”
“Oh, baiklah mbak. Sudah kewajiban saya sebagai Tour
Guide.”
“Terimakasih, Bli.”
“Sama-sama.”
Perasaanku semakin jatuh saat Bli Wayan menemaniku
mengelilingi keindahan Garuda Wisnu Kencana. Aku semakin takut, waktu ku yang
singkat berlibur akan segera usai, sedangkan perasaan ini semakin dekat. Entah,
apa yang harus ku lakukan saat ini. Mungkin hanya kegilaan semata, tapi semua
ini benar-benar nyata membuatku semakin jatuh ke dalam perasaan yang tak
menentu. Angin berhembus kencang, menggoyangkan daun-daun tenang, seperti
halnya hatiku yang semakin tergoyah saat memandang Bli Wayan di sampingku.
Kaki terasa begitu lelah unuk melangkah, menaikki
beberapa tangga yang cukup menguras tenaga. Aku dan Bli Wayan meninggalkan
Garuda Wisnu Kencana, untuk sedikit melepas penat, aku beristirahat di pinggir
jalan. Bli Wayan berkumpul dengan beberapa Tour Guide lainnya, di sebrang
jalan. Kesempatan besar bagiku untuk memandangnya, karena besok aku sudah harus
kembali pulang. Tak pernah terpercik sedikitpun dalam pikiranku untuk
mengungkapkan perasaan kagum ku yang kini tumbuh menjadi suka pada Bli Wayan.
Aku memilih untuk memendam sendiri perasaan ini, meskipun terkadang terasa
sakit saat menatap Bli Wayan dan besok harus meninggalkannya. Tapi begitu
nyaman di hati saat aku mampu melihat lukisan senyum di wajah Bli Wayan.
Wayahnya memang biasa, syle nya juga sederhana, tapi apa boleh buat perasaan
tak bisa di bohongi. Perasaan tidak pernah memilih yang lebih untuk mencintai
seseorang.
Karena hari yang semakin sore dan beranjak malam, aku
meyusun langkah untuk kembali ke hotel.
“Bli, kita kembali hotel saja.”
Bli Wayan menengok ke arahku.” Iya mbak.” Senyumnya
begitu ramah.
Letak hotel yang lumayan cukup jauh jaraknya dari Garuda
Wisnu Kencana, membuatku semakin lelah. Tapi seketika rasa lelah ku itu menjadi
hilang ketika Bli Wayan bersuara. Aku duduk tegap penuh semangat mendengarkan
penjelasan Bli Wayan saat pejalanan menuju hotal. Tapi seketika hatiku sakit
dan tersentuh saat mendengarkan Bli Wayan supaya aku segera packing malam ini,
dan beristirahat. Karena esok aku sudah harus kembali setelah beberapa wisata
yang aku kunjungi. Rasanya seperti tersayat sembilu, aku belum bisa untuk pergi
secepat itu, pulau indah ini membuatku menemukan satu rasa yang begitu
menyiksa, yaitu cinta.
“Sampai di hotel saya akan langsung berkemas kok Bli,
jadi besok sudah siap.” Suara lesuku, menundukkan kepala.
“Dan cepat istirahat, mbk. Tentunya besok di perjalanan
kondisi harus sehat.”
Aku langsung menarik bonekah, dan memejamkan mataku saat
Bli Wayan mengucapkan kalimat terakhirnya. Pandanganku langsung sayu, kalau aku
bisa berteriak, aku akan berteriak kencang untuk tetap bisa tinggal di sini
sampai esok.
“Mbk, kita sudah sampai hotel.” Suara khas Bli Wayan yang
membangunkanku.
“Oh, iya maaf saya ketiduran.”
“Tidak papa mbk, selamat bersistirahat dan jangan tidur
sampai larut malam.”
“Terimakasih, Bli.” Aku melangkah menjauh, meninggalkan
Bli Wayan.
Ku hempaskan tubuhku, ke atas spring bed yang empuk dan
lembut, melepas penat dan lelah. Masih terngiyang di pikiranku bayangan wajah
Bli Wayan, kadang aku merasakan kegilaan akan diriku sendiri yang terjebak
dalam ruang cinta yang semu.Rasanya dunia begitu gelap saat aku mengenal cinta,
karena menyakitkan lebih sering datang daripada kebahagiaan. Seperti perasaan
gila ku saat ini, saat aku mulai mencintai seorang Tour Guide pribadiku, yang
entah aku tak pernah tahu siapa dia sebenarnya. Gilakah dunia ini akan cinta?
Hingga setiap insan mengikhlaskan air matanya jatuh hanya karena cinta.
Mungkinkah cinta adalah suatu hal yang bodoh? Aku pun tak pernah tahu arti
khusus dari cinta.
“Bli Wayan, siapa sih dia sebenarnya? Wajahnya biasa
saja, lalu kenapa aku menyukainya?”
Hari semakin malam, aku segera berkemas dan mandi. Mata
semakin berat, akhirnya aku terbaring pulas hingga pagi. Suara alarm berbunyi,
aku mulai membuka mataku yang masih terasa begitu berat.
Seseorang mengetuk pintu kamarku. “Selamat pagi, mbk.
Sudah di tunggu Bli Wayan di bawah untuk sarapan.” Sapa ramah seorang pelayan
hotel.
“Oh, iya suruh tunggu sebentar saya mau mandi.”
“Baik, mbak.”
“Gila! Sepagi ini udah datang.” Gumamku dalam hati.
Segera kupercepat langkahku, aku bergegas mandi dan
segera bersiap-siap menemui Bli Wayan untuk sarapan. Mungkin aku akan menahan
air mata saat melihat Bli Wayan hari ini, tak bisa kubayangkan wajah
terakhirnya, senyum tipisnya yang begitu ramah.
“Selamat pagi, Bli.” Sapaku, dan duduk di samping Bli
Wayan.
“Selamat pagi mbk, silahkan sarapan dulu. Nanti
barang-barangnya di atas biar di bawa langsung ke mobil.”
“Terimakasih, Bli.”
Menyantap sarapan pagi bersama Bli Wayan adalah suatu
kebahagiaan yang indah bagiku, tapi aku tak bisa memandang wajah Bli Wayan
karena aku duduk tepat di sampingya. Rasa makanan yang begitu lezat, kini
berubah menjadi hamar tanpa rasa. Sama halnya perasaan ku saat ini, yang
semakin tak karuan.
“Saya tunggu di luar ya mbak.”
“Iya, Bli. Selesai mengurus administrasi saya langsung ke
mobil.”
“Baik, mbk.”
Setelah administrasi selesai, aku langsung menuju mobil.
Tujuan hari ini adalah ke kute. Kute adalah tujuan terakhirku, maka berakhir
pula pertemuanku dengan Bli Wayan. Tapi ekspresi wajah Bli Wyan begiu biasa
saja saat aku akan kembali hari ini.
“Tujuan kita adalah ke Kute, maka dengan tujuan terakhir
ini selesai sudah tugas saya. Jadi jika ada salah atau kata yang kurang
berkenan saya mohon maaf,mbk.”
Mataku memerah, air mata ini akan segera menghujani
pipiku. Tapi aku berusaha keras untuk menahannya. Aku tak ingin Bli Wayan
mengetahui semua ini, meskipun begitu sakit tapi apa daya, memang benar semua
ucapan Bli Wayan. Sebagai seorang Tour Guide tugasnya hanya menemani wisatawan
dan menjelaskan tentang sejarah selepas itu selesai sudah tuganya. Tapi kenapa
aku menganggap semua ini lebih, betapa bodohnya diriku.
“Terimakasih, Bli atas waktunya. Sudah berkenan menjadi
Tour Guide pribadi saya. Kalau ada salah atau perkataan yang kurang baik saya
minta maaf.” Suaraku sedikit menahan tangis.
“Iya sama-sama mbk. Begitu juga sebaliknya.” Bli Wayan
menampak kan senyum ramahnya yang khas.
Akhirnya semua harus selesai, liburanku ke Bali harus
berakhir hari ini dan segera kembali. Aku pasrahkan semua kejadian yang
menghampiriku, entah itu masalah hati atau apa pun. Jika memang semua berakhir
sesuai kenyataan yang seperti ini, dengan cinta yang akan ku ingat, kenangan
yang akan aku simpan. Bli Wayan memberikan senyum ramahnya saat terakhir kami
bertemu.
