BE THE FIRST TO DOING SOMETHING GOOD

cerpen

Share on :
Tangis Melati

   Bulan cantik mempesona, cahaya terang memenuhi seluruh bumi. Kelabu malam menjadi terang bak siang hari. Kunang-kunang lampu alam menghiasi. Daun melambai-lambai memanggil semua insan untuk menari. Anggun keindahan malam ini, di tambah pernak-pernik bintang yang menyala-nyala. Bumi bepesta pora, langit tak sedikit pun mendung.
   Seorang gadis cantik termenung di bawah langit yang berseri. Suaranya indah, berdendang malam ini. Lembut membuat telinga merasa nyaman. Tapi di matanya berkaca-kaca, akan turun hujan dari perasaan gadis cantik dengan rambut terurai panjang.
    Melati, nama gadis cantik bersuara malaikat itu. Melati yang harum serupa hatinya, melati yang bermekar indah serupa wajahnya. Gadis cantik 17 tahun yang hidup bersama neneknya. Melati, nama indah yang di berikan ibunya. Bunga yang putih bersih dan suci, semerbak harum dan cantik, itu alasan mengapa ibunya memberi nama Melati. Nama yang di berikan ibunya 17 tahun yang lalu.
    Saat usia 10 tahun ibunya meninggal karena sakit keras, kanker. Sakit yang menyebabkan sang ayah pergi meninggalkan Melati dan ibunya. Sungguh tersayat seribu paku hati Melati saat itu. Bocah kecil yang merasakan luka dalam sang ibu. Sejak itu Surti, sang nenek yang merawatnya penuh kasih dan ketulusan. 
   " Tidak salah jika ibumu memberi nama Melati, kini kau tumbuh menjadi gadis yang cantik." Suara sang nenek dari belakang.
   Melati berbalik arah karena terkejut.
   " Nenek,,, belum tidur." suara melati gugup.
   " Nenek mencarimu, masuklah dan tidur."
   " Melati masih ingin di luar nek." Suaranya begitu lembut menembus gendang telinga.
   " Kenapa, kamu rindu ibumu?"
  Suasana menjadi hening, angin berhenti, daun tak melambai, bintang mulai menghilang. Awan mendung mulai menyerang dari arah selatan.
   " Tidak." Melati menunduk.
  " Sudahlah Mel, jangan membohongi nenek. Kamu tidak mengenal nenek kemarin. Lalu kenapa masih menyembunyikan itu?" Suara lembut nenek sambil membelai rambut Melati.
   " Melati tidak menyembunyikan nek." Melati tetap menunduk.
   " Lihatlah bintang itu, dia bersinar paling terang. Bintang itu paling terang karena dia kuat, sehingga cahaya paling terang di antara bintang yang lain." 
   " Itu aku." Melati mulai mengangkat kepala perlahan.
   " Benar itu kamu sayang, nenek tahu kamu sangat kuat." 
   " Nenek yang selama ini membuat Melati kuat." Menatap mata neneknya dan meneteskan air mata.
   " Kuatlah Melati, bermekarlah setiap hari seperti bunga melati. Itu tanda jika kamu kuat."
   Melati memeluk erat neneknya, air mata berlinang di pelukan sang nenek. Malam menjadi saksi, bulan dan bintang haru melihat mereka, seakan merasakan kesedihan yang sama. Suasana sendu dan haru menyelimuti, Kunang-kunang terbang melingkari, memberi kekuatan pada mereka.
   Jantan berkokok, betina menggiring anaknya keluar kandang mencari makan. Embun membasahi dedaunan. Burung bernyanyi saling berdendang gembira. Di ikuti suara Melati yang menyejukkan suasana pagi.
    " Hari ini libur?" Suara nenek memotong bait lagu.
    " Iya nek, nenek sudah sarapan? Melati bikin kan nasi goreng untuk nenek."
    " Belum, nanti nenek sarapan. Pergilah ke makam ibumu."
    " Kemarin sepulang sekolah Melati sudah kesana."
    " Pergilah hari ini."
    Melati merasa aneh, seakan pagi ini sikap neneknya begitu beda. Biasanya jika libur nenek ingin sekali menghabiskan waktu bersamanya di danau. Sekedar untuk bercerita bersama ataupun memancing. Tapi kali ini aneh.Melati hanya terdiam seperti patung menyaksikan ucap neneknya.
   " Mengapa diam Mel?" Neneknya merasa Melati kebingungan.
   " Tidak ingin pergi ke danau memancing?" Suara polosnya terheran.
   " Minggu depan saja, pergilah ke makam ibumu. Bawa kotak ini ke makam." Sambil menunjukkan kotak di tangannya.
   Suasana hening, Melati hanya terdiam seribu bahasa menatap kotak berwarna merah hati, di tanggan sang nenek.
   " Jangan hanya diam." Tegur nenek.
  " Kotak apa ini nek? mengapa harus di bawa? ke makam cukup membawa bunga dan rasa kangen Melati untuk ibu. Itu saja cukup." Melati masih kebingungan.
   " Kamu sudah mandi?" Mengalihkan pembicaraan.
  " Nek aku tanya, itu kotak apa? Melati merasa aneh dengan semua ini." Tatapan Melati tajam ke arah neneknya.
   " Pergilah Melati, kamu akan tahu jawabannya jika kamu ke makam."
   Melati tak dapat menjawab, hanya terdiam lalu berpamitan kepada sang nenek untuk pergi ke makam.
   " Jangan membuka kotak itu Mel. Biarkan tetap tertutup, jika ada seseorang yang memintanya di sana berikan."
   " Apa maksud nenek?"
   " Pergilah, dia menunggumu."
   Teka-teki yang tak terjawab, Melati melangkahkan kaki dengan sedikit curiga dan hati bertanya-tanya. Ap arti dari semua ucapan sang nenek. Siapa yang menunggu Melati? makam sepi di hari-hari seperti ini, hanya ada penjaga makam saja. Pak Rusdi, yang sangat akrab dengan Melati karena sering ke sana.
  Melati menyusuri setiap jalan, makam benar-benar sepi, bahkan Pak.Rusdi pun tak terlihat menjaga makam hari ini. Semakin tanda yang aneh. Melati mengusap batu nisan ibunya sambil brcerita.
  " Bu,, hari ini nenek sangat aneh. Menyuruh Melati kemari membawa kotak ini. Melati ingin membukanya bu, tapi nenek melarang. Katanya jika ada yang meminta di makam ini suruh memberikan. Apa maksudnya bu? makam ini sepi tak ada seorang pun. Hanya Melati.Lalu apa maksud nenek?" Melati bercerita pada batu nisan ibunya sambil menaburkan bunga.
  " Aku maksud nenekmu." Suara laki-laki di belakang Melati.
  Tersontak kaget, langsung membalikkan badan secepat kilat.
  " Kamu?" Melati menatapnya penuh benci."
  " Iya, ayah Melati. Nenek memesanmu untuk memberikan kotak itu pada yang meminta. Sekarang ayah meminta berikan kotak itu sayang." Suaranya terdengar sedikit menaha  isak tangis.
   " Ayah?Apa ktamu?" Tatapan semakin benci tersorot jelas di mata Melati.
   " Kamu boleh membenci ayah Mel, tapi apa tak ada sedikit tempat untuk ayah meminta maaf?" Keluhnya memohon.
   " Aku tak punya ayah." Teriak sekencang-kencangnya.
   " Ini ayah Mel." Menarik tangan Melati.
   " Kamu bukan ayahku, kamu seorang bajingan yang meninggalkan aku dan ibu. Pergi,,,,,,,,,,,aku tak punya ayah bajingan sepertimu." Melati menangis begitu terisak.
   " Mel,, ayah salah. Tapi sekarang ayah sadar, maafkanlah Mel. Kemarilah ayah sangat merindukanmu."
   " Ini bawa pulang kotakmu, mungkin kamu yang di maksud nenek. Sekali lagi kamu bukan ayahku. Kamu bajingan pergi." Berteriak  melemparkan kotak itu, ke arah laki-laki yang mengaku sebagai ayahnya.
   " Melati,,,,,,,!" Suaranya berteriak, memanggil Melati yang berlari jauh.
   Entah apa maksud semua ini, hujan tiba-tiba mengguyur begitu deras, sederas air mata Melati hari ini.      Gadis cantik ini berlari begitu kencang ke danau. Tak ada yang mengerti perasaan gadis malang ini. Nenek yang di sayangi mnjebaknya untuk bertemu dengan bajingan di makam tadi.
   " Kenapa? Kenapa Tuhan, semua menjebak ku dalam posisi ini. Apa maksud mereka? Bajingan itu mebuat ku semakin sakit." Teriak Melati bebas di tengah  guyuran hujan.
    " Melatiiiiiiiiiiiii." Teriak suara tua.
    Secepat kilat pula Melati membalikkan badan ke arah belakang. Neneknya memanggilnya begitu kencang, tapi sosoknya tak terlihat tertutup guyuran air hujan yang begitu deras.
   " Mengapa berlari, sudah kau berikan kotak itu?" Pertanyaan sang nenek di balik hujan.
   " Apa?  Nenek jahat, menjebakku bertemu dengan bajingan itu. Sama artinya nenek menaruh kembali luka yang telah Melati buang."
   " Bukan itu maksud nenek, apa kamu tahu apa isi kotak itu?"
   Melati terdiam, dia memang tidak sedikitpun tahu tentang isi kotah merah hati itu. Tapi apa maksud teka-teki ini. Atau mungkin bajingan itu akan menghancurkan hidupnya lagi. Semakin kencang otak Melati berfikir.
   " Melati gadis kecilku, Sayang jangnan pernah sedikitpun kamu membenci ayahmu kelak. Dia pergi bukan tanpa alasan. Ibu yang menyuruh Ayahmu pergi, sakit yang semakin hari menipiskan kesempatan hidup ibu. Sayang kamu harus kuat, ingat nak ibu yang menyuruh pergi agar mencari kehidupan yang lebih baik dan kelak dapat membahagiakanmu." Suara laki-laki membacakan surat dalam kotak itu.
  Melati membalikkan badan, berlari sekuat tenaga dan memeluk ayahnya.
   " Ibu menyuruh ayah pergi Mel, selama ini ayah berjuang keras untuk bertemu kamu. Tapi satu pesan ibumu kembalilah saat kamu sukses dan jemput Melati. Ayah belum mencukupi semua itu untuk bertemu kamu, bertahun-tahun ayah berusaha menahan rasa rindu ini. Inilah saatnya ayah kembali, semua keinginan ibumu terpenuhi, akhirnya ayah bisa bertemu kamu."
   Tak sepatah katapun keluar dari mulut Melati, air mata di pundak sang ayah yang begitu berharga. Sang nenek menatap haru mereka. Kasih sayang itu seperti krmbali.
   " Ayah..maafin Melati." Suara terisak.
   " Melati kamu tidak salah, ayah justru munta maaf."
   Suasana hujan di pinggir danau, menjadi hangat menyatunya kasih sayang. Kebahagiaan yang terenggut lama hilang. Kini kembali menyatu menjadi sebuah kehangatan yang abadi.

0 komentar on cerpen :

Post a Comment and Don't Spam!

About

Diberdayakan oleh Blogger.

Search